Senin, 19 Oktober 2009

Setelah Masa Pendidikan

Ketika Hazrat Ahmad as. selesai menuntut pelajaran, waktu itu pemerintah Inggris sepenuhnya telah menguasai seluruh Punjab. Dan bahaya pemberontakan pun telah padam. Warga India telah mulai bekerja di pemerintah Inggris untuk mendapakan kedudukan dan kemajuan. Para pemuda dari berbagai keluarga telah mulai bekerja di kantor-kantor pemerintah. Dalam situasi demikian, Hazrat Ahmad as. yang sama sekali tidak tertarik pada pekerjaan pertanian -- atas kehendak ayah beliau -- berangkat di kantor Bupati Sialkot. Tetapi sebagian besar waktu beliau digunakan untuk menimba ilmu. Waktu di luar beliau pakai untuk menelaah buku-buku atau mengajar orang lain, berdiskusi tentang agama. Walupun beliau masih muda -- waktu itu berusia 28 tahun -- karena taqwa dan kesucian amal beliau, para orang tua dari golongan Islam maupun Hindu sama-sama menghormati beliau. Pada waktu itu beliau jarang bepergian, justru suka menyendiri dan menyepi.

Para pendeta Kristen pun pada waktu itu mulai menyebarkan agama mereka di Punjab. Sebagian besar orang Islam tidak dapat menjawab serangan-serangan mereka. Tetapi ketika berdiskusi dengan Hazrat Ahmad as., senantiasa saja orang-orang Kristen mengalami kekalahan dan dari antara pendeta Kristen, mereka yang mencintai kebenaran sangat hormat terhadap beliau as.. Seorang pendeta Kristen bernama Mr. Butler M.A. yang bekerja di Scoth Mission di kota Sialkot, sering bertukar pikiran dengan Hazrat Ahmad as., dan sangat tertarik pada beliau. Tatkala Mr. Butler hendak kembali ke negerinya, ia datang ke kantor kabupaten Sialkot untuk berjumpa dengan Hazrat Ahmad as.. Bupati menanyakan, untuk apa tuan datang ke kantor kami? Dijawab oleh Mr. Butler, bahwa ia datang hanya untuk berjumpa dengan Tuan Mirza Ghulam Ahmad saja. kemudian ia terus pergi ke tempat Hazrat Ahmad as., dan setelah berbincang-bincang beberapa saat, ia pun pulang.

Ada waktu itu, para pendeta Kristen menganggap kemenangan pemerintah Inggris sebagai kemenangan agama mereka, dan mereka sangat sombong serta karangan-karangan mereka ketika itu menyatakan keinginan mereka untuk memasukkan semua orang Islam ke dalam agama Kristen melalui tangan besi pemerintah. Mereka menggunaan kata-kata yang sangat kotor dan keji terhadap agama Islam dan Nabi Muhammad saw.. Beberapa orang Eropa yang ahli, pernah menyatakan bahwa kemungkinan timbulnya kembali pemberontakan seperti tahun 1857 dapat muncul akibat tulisan-tulisan yang sekeji itu dari kalangan Kristen. Lama sekali para pendeta Kristen berpendirian seolah-olah merekalah yang berkuasa di India, dan bukan pemerintah Inggris. Tetapi akhirnya mereka insyaf juga , bahwa pemeriintah Inggris yang bekuasa di India dan pemerintahan Ratu Victoria tidak ingin mengembangkan agama Kristen dengan tangan besi, dan sama sekali tidak ingin mengganggu agama manapun.

Boleh dikatakan bahwa pergeseran antara orang-orang Islam dan Kristen ketika itu sangat hebat. Para pendeta Kristen suka marah kepada siapa saja yang berani membantah keterangan-keterangan mereka. Meski pun Hazrat Ahmad as. senantiasa menyalahkan keterangan-keterangan Kristen, tetapi pendeta Butler M.A. sangat tertarik pada kesucian, ketaqwaan dan keikhlasan beliau as.. Sekali pun Mr. Butler mengetahui bahwa ia tidak akan dapat menarik Hazrat Ahmad as. dan malahan ia sendiri yang akan tertarik oleh keterangan-keterangan yang jitu dari Hazrat Ahmad as., namun ia tidak mampu menjauhkan diri dari beliau as.. Mr. Butler benar-benar tertarik pada kesucian dan ketaqwaan Hazrat Ahmad as. dan ketika hendak pulang ke negerinya, ia menyempatkan waktu untuk berjumpa dengan Hazrat Ahmad as. terlebih dahulu.
Behenti Bekerja

Hampir 4 tahun lamanya Hazrat Ahmad as. bekerja di Sialkot dengan memaksakan diri. Namun akhirnya setelah mendapat izin dari sang ayah, beliau as. minta berhenti dari pekerjaan beliau dan pulang dari Qadian.

Berdasarkan perintah sang ayah, beliau as. bekerja harus mengikuti perkara-perkara pengadilan tanah pusaka keluarga, namun hati beliau sama sekali tidak tertarik pada hal-hal semacam itu. Beliau as. sangat patuh dan tunduk terhadap perintah orang-tua beliau. Beliau tidak mau membantah perintah sang ayah. padahal beliau sendiri tidak senang terhadap pekerjaan itu. Seringkali setelah kalah dalam suatu perkara beliau pulang dengan air muka yang berseri-seri, sehingga orang-orang menganggap beliau as. telah menang dalam perkara tersebut. Tatkala beliau as. menerangkan bahwa beliau kalah dalam perkara itu, orang-orang bertanya, mengapa Tuan begitu gembira? Beliau as menjawab, "Saya telah berupaya tetapi terjadi apa yang telah dikehendaki oleh Allah Ta’ala, dan dengan selesainya perkara ini saya mendapat kelonggaran waktu untuk mengingat Allah Ta’ala."

Itulah masa yang sangat sukar dan ganjil bagi Hazrat Ahmad as.. Sang ayah menghendaki beliau as. mengurus tanah-tanahnya atau mencari pekerjaan lain, sedangkan kedua hal itu tidak beliau sukai. Oleh karenanya, sering beliau as. dicela atau dimarahi, tetapi ketika ibu beliau masiih hidup, sang ibu senantiasa melindungi beliau as.. Setelah ibu beliau wafat, beliau as. sering menanggung kemarahan serta celaan dari kakak dan ayah beliau, sebab mereka menganggap beliau as. tidak suka bekerja untuk penghidupan hanya karena malas.

Ayah beliau sering mengatakan dengan sedih, "Bagaimanakah anakku ini akan memperoleh penghidupannya, dan juga sangat sedih kalau nanti untuk keperluan hidupnya ia memerlukan pemberian kakaknya saja." Melihat Hazrat Ahmad as. siang malam hanya membaca buku saja, sang ayah sering gusar hati, dengan menamakan beliau maulvi (kiai) sang ayah mengatakan: "Dari mana pula maulvi yang satu ini telah muncul di rumah kita ?"

Walau pun begitu, sang ayah sangat terkesan oleh kesucian dan ketakwaan beliau as.. Apalagi ketika merasakan dan teringat akan kekalahan dalam usaha-usaha duniawinya. Sang ayah gembira juga melihat beliau as. begitu giat dalam keagamaan dengan mengatakan, "Inilah sebenarnya pekerjaan yang tengah dikerjakan oleh anakku ini." Disebabkan ayah beliau seumur hidup berjuang hanya untuk dunia saja, maka rasa penyesalan sering mempengaruhi Hazrat Ahmad as.. Tetapi hal itu sama sekali tidak menghalangi beliau as. dari tujuan yang sebenarnya. Bahkan as. sering membacakan Alquran dan Hadis bagi ayah beliau.

Itulah suatu kondisi yang amat menakjubkan, bapak dan anak asyik dalam suatu tujuan yang berlainan, masing-masing hendak menarik yang lain kepada tujuannya. Sang bapak ingin supaya anaknya menyetujui pendiriannya dan berjuang untuk kehormatan serta kekayaan dunia, tetapi sang anak berkeinginan agar bapaknya lepas dari cengkeraman dunia dan masuk dalam kecintaan Ilahi. Pendek kata, keadaan hari-hari itu tidak dapat digambarkan dalam tulisan. Masing-masing hanya dapat dibayangkan dalam sanubarinya.

Sekali lagi beliau as. dimintakan untuk menjadi kepala pendidikan di Kesultanan Kapurtala, tetapi itu pun beliau tolak dan lebih suka tnggal di rumah saja, supaya sedapat mungkin menolong sang ayah yang amat sedih itu. Sebagaimana telah dijelaskan, beliau memang tidak menyuka urusan-urusan tanah pusaka itu, tetapi atas perintah ayah beliau dan guna menggembirakan serta menghibur sang ayah yang sudah lanjut usia itu, beliau as. dengan giat menjalankan perkara-perkara tersebut tanpa memperhatikan menang kalahnya.

Walau pun Hazrat Ahmad as. menjalankan perkara-perkara tu sekedar untuk membantu ayah beliau, namun hati beliau tetap terkat dalam kecintaan Ilahi. Misi beliau as. adalah : "Tangan bekerja, hati tertumpu pada Sang Kekasih." Setiap selesai urusan perkara-perkara itu beliau as. langsung kembali tenggelam dalam ibadah dan zikir Ilahi. Selama bepergian untuk perkara-perkara tersebut, tidak ada satu shalat pun yang tidak beliau kerjakan pada waktunya. Bahkan ketika pengadilan sedang berlangsung, shalat tetap tidak beliau lewatkan dari waktunya.

Sekali peristiwa, beliau as. pergi ke pengadilan untuk suatu urusan perkara yang sangat penting dan dapat mempengaruhi perkara-perkara lainnya. Waktu itu hakim sedang memeriksa perkara lain, maka perkara beliau lambat diperiksa. Sementara menunggu giliran perkara beliau, waktu shalat sudah mulai sempit, maka setelah berwudhu beliau langsung shalat di bawah pohon, dengan menyerahkan perkara itu kepada Allah Ta’ala.

Ketika beliau as. sedang shalat, hakim memanggil nama beliau, tetapi beliau as. dengan tenang terus saja mengerjakan shalat beliau dan sama sekali tidak peduli pada hal-hal lain. Menurut peraturan pengadilan, dalam suatu perkara kalau satu pihak tidak hadir bila dipanggil, maka perkara itu akan diputuskan dengan memenangkan pihak yang lain.

Maka setelah shalat, beliau as. menganggap tentu perkara beliau telah dikalahkan, dan beliau menuju ke ruang pengadilan untuk mendapatkan kabar tentang keputusan perkara tersebut. Kepala pengadilan disitu adalah seorang Inggris. Setelah memeriksa berkas-berkas perkara tersebut, kepala pengadilan itu ternyata telah memutuskan perkara tersebut dengan kemenangan di pihak Hazrat Ahmad as..

Demikianlah Allah Ta’ala menolong beliau. Dapat dikatakan bahwa beliau as. menjalankan tugas itu seperti dipaksakan mengerjakan hal-hal yang tidak beliau sukai. Padahal perkara-perkara itu akan bermanfaat bagi di beliau as.. Sebab dengan terpeliharanya harta pusaka sang ayah, berarti terpelihara pula harta pusaka bagi diri beliau as. sendiri, karena beliau akan mewarisinya. meskipun beliau as. cukup cerdas dan cerdik, beliau tetap tidak suka perkara-perkara demikian. Hal itu membuktikan bahwa beliau as. sangat tidak menyukai keduniawian dan hanya bertujuan kepada Allah Ta’ala semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar